Kamis, 16 April 2020

Jokowi vs WHO: Menang Siapa?





Jokowi vs WHO: Menang Siapa?

Presiden Jokowi mungkin jadi orang terpusing di Indonesia saat wabah pandemi virus corona berlangsung saat ini. Tapi menurut ku sih enggak, beliau adalah orang yang masih bisa berpikir tenang di saat semua orang pada alay kayak sekarang ini. Nggak salah sih kalau saat ini Jokowi ada di posisinya sekarang. Itu artinya, orang-orang Indonesia nggak salah pilih. Bahkan, sekarang Jokowi lagi melawan WHO yang udah sejak dari awal kemunculan coronavirus selalu meremehkan bangsa yang dipimpinnya. Dengan credik Jokowi melancarkan serangan pintarnya untuk menggebuk balik segala yang menyerang, termasuk WHO. Nggak percaya? Mari renungkan bersama...

Inget nggak waktu belum ada kasus Coronavirus dilaporkan di Indonesia. Apa tanggapan WHO? Dengan entengnya mereka mengatakan bahwa Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi keberadaan coronavirus di negaranya sendiri. Sesaat kemudian, ternyata masih belum ada kasus coronavirus yang dilaporkan di Indonesia. Padahal di negara lain, termasuk China yang sekarang maunya disebut sebagai Tiongkok serta Amerika udah kalang kabut kewalahan mengatasi sejumlah warganya mulai terserang coronavirus. Lagi-lagi di saat yang katanya sudah segenting itu, Indonesia belum melaporkan adanya satu pun serangan virus alay, coronavirus.

Baca Juga: Dampak Positif Coronavirus di Indonesia

Sampai-sampai salah satu menteri dibawah pimpinan Jokowi dengan entengnya menyampaikan pernyataan yang kurang lebih berbunyi "Orang Indonesia itu kuat-kuat. Virus Corona nggak akan mampu menyerang Indonesia. Orang Indonesia anti corona". Aku langsung mikir, ya iya sih ya... nggak sepenuhnya salah nih pernyataannya. Kalau dilihat dari kebiasaan kita yang biasa makan nggak pake cuci tangan dulu, minum es pinggir jalan ternyata esnya dibuat dari air mentah, makan jajanan ternyata ada boraks dan formalinnya, tambahin saos yang bikinnya diinjek pake kaki yang nggak perlu dicuci dulu, bikinnya pake tomat wortel dan cabai busuk dan hal-hal lainnya yang mungkin dianggap tabu di dunia luar tapi biasa aja di Indonesia. Maka dari itu, bisa jadi nggak salah kan kalau Pak Terawan bilang gitu?

Ternyata dibalik hal-hal yang dianggap lelucon dan kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia seperti hal di atas, seperti juga apa yang digembor-gemborkan media kalau pemerintan Indonesia telat melakukan respon terhadap coronavirus. Tapi nyatanya Pemerintah Indonesia malah sudah mengambil satu langkah lebih maju dibanding apa yang dipikirkan masyarakatnya. Hal tersebut dibuktikan dengan keluarnya kebijakan Belajar dari Rumah (School From Home), Kerja dari Rumah (Work From Home) dan Ibadah dari Rumah (Pray From Home). Hal baru memang untuk masyarakat Indonesia. Tapi langkah visioner yang ternyata baru kita ketahui sekarang-sekarang ini manfaatnya.

Pemerintah Indonesia Menuruti Himbauan WHO

Waktu awal-awal kemunculan coronavirus di Indonesia, sempat marak dibuat bilik desinfektan dibanyak tempat-tempat umum. Sudah beberapa saat berjalan, penggunaan desinfektan dinyinyirin sama WHO. Keluarlah kajian, berita dan segala hal yang menyebutkan desinfektan tidak baik bagi tubuh manusia. Dimana hal-hal alay tersebut kembali seakan menyudutkan kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak melarang penggunannya. Pemerintah Indonesia seakan-akan diremehkan karena bisa-bisanya membiarkan kebiasaan berbahaya tersebut. Tapi pemerintah tidak tinggal diam, yang kemudian dituruti oleh pemerintah dengan mengeluarkan himbauan pelarangan penyemprotan desinfektan ke tubuh manusia. Untuk kali ini pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi menuruti apa kata WHO.

Nggak sampai di situ, WHO yang katanya selaku organisasi kesehatan dunia selalu menekankan Lockdown diberlakukan di Indonesia. Karena Indonesia bla bla bla dengan alasan yang seakan-akan hanya dibuat-buat oleh WHO. Tujuannya supaya Indonesia menerapkan kebijakan lockdown. Apalagi saat pertama kali kasus kemunculan coronavirus mulai dilaporkan terdeteksi di Indonesia. Suara berisik WHO untuk menerapkan lockdown di Indonesia semakin kencang. Sampai-sampai ada beberapa daerah yang kepala daerahnya mulai termakan hasutan WHO dengan melakukan ancang-ancang akan memberlakukan lockdown. Dengan gagahnya Presiden Jokowi beserta jajarannya mengeluarkan kebijakan "Lockdown adalah kebijakan pemerintah pusat".

WHO Selalu Menyarankan Indonesia Lockdown


Tetapi ada beberapa daerah yang terlanjur terhasut bualan WHO dengan melakukan kebijakan lockdown seenak jidatnya. Hal tersebut kemudian menyebabkan distribusi pangan dan segala kebutuhan pokok termasuk bahan bakar mulai terhambat. Tentu hal tersebut jika dibiarkan terlalu lama akan menimbulkan kepanikan yang luar biasa. WHO yang mendengar kabar tersebut langsung dibuat bahagia karenanya. Kemudian berharap daerah lain juga akan melakukan tindakan serupa. Presiden Jokowi yang selama ini kita kenal sebagai "Wong Cilik" tentu sangat paham betul keadaan diluar kendali tersebut bisa saja terjadi. Oleh karena itu, daerah yang terlanjur melakukan lockdown seperti Kota Tegal, langsung dibombardir dan diacak-acak oleh pemerintah pusat. Sehingga kebijakan gegabah tersebut hanya bertahan 3 hari saja.

Tidak cukup sampai di situ Presiden Jokowi menunjukkan kecerdikannya, pemerintah akan menghadiahi kepala daerah yang dengan sepihak memutuskan melakukan lockdown tanpa persetujuan pemerintah pusat dengan ancaman pidana. Hingga saat ini, kebijakan tersebut terbukti sangat tepat karena tidak ada lagi daerah yang berani melakukan lockdown. WHO yang udah mau nyayang-nyayang walikota Tegal jadi kalang kabut dibuatnya oleh karena kebijakan cemerlang yang dipilih oleh Jokowi. Disaat daerah lain sudah mulai menaati kebijakan Lockdown adalah ranah pemerintah pusat, ternyata masih ada aja daerah yang terus-terusan merengek-rengek meminta pemerintah pusat untuk mengizinkan pemberlakuan kebijakan lockdown di daerah tersebut.

Baca Juga: Jarang Gosok Gigi Malam? Awas Terpapar Coronavirus

Lockdown Memang Perlu atau Bentuk Penghiantan Kepada Bangsa?

Memang sih, masih ada aja mental bangsa Indonesia yang sukanya jadi penghianat. Tentu sejarah juga sudah membuktikan salah satunya dengan peristiwa pada tanggal 30 September 1965 dimana ada sebagian kecil bangsa Indonesia yang ingin menghancurkan bangsanya sendiri dengan berperan sebagai penghianat. Nyatanya, hal tersebut masih mendarah daging sampai sekarang. Karena masih ada sebuah daerah yang kepala daerahnya terus-terusan merengek untuk memberlakukan lockdown di wilayahnya. Tentu kepala daerah tersebut juga pintar, dia nggak gegabah dengan memutuskan lockdown seenak jidat, mungkin dia takut dipidana. Maka dari itu, langkah yang dia ambil adalah dengan terus-terusan merengek kepada pemerintah pusat untuk lockdown daerah pimpinannya.

Alih-alih memutuskan lockdown, Presiden Jokowi kembali dengan kapasitasnya sebagai pemimpin negara yang sangat cerdas dengan menelurkan kebijakan social distancing yang kemudian berubah menjadi physical distancing sesuai arahan WHO. Nampaknya pemerintah Jokowi paham betul kalau lockdown tidak lebih baik dari hal mana pun yang masih bisa dicarikan alternatifnya. Teriakan lockdown WHO yang juga diteriakkan oleh kepala daerah pintar tersebut dipukul mati oleh Presiden Jokowi dengan adanya kebijakan physical distancing.

Namun, hari-hari masyarakay Indonesia selalu dihiasi dengan berita, kabar dan semua hal yang bisa dilihat dan didengar masyarakat adalah suara darurat serta mendesaknya pemberlakuan lockdown di daerah tersebut. Lagi-lagi masyarakat dibuat semakin kebakaran jenggot karena berita dan kabar brengsek tersebut tiap hari menghiasi telinga dan mata. Kita semua juga mungkin tau kalau pemimpin daerah tersebut adalah pemimpin yang pintar, dibuktikan dengan pernah menjadi menteri pedidikan pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi di periode pertamanya. Ntahlah, kita semua nggak tau, kebijakan lockdown yang dia minta terus-menerus ke pemerintah pusat adalah emang sesuatu yang mendesak dilakukan atau mental penghianatnya muncul karena ada "sesuatu" dengan WHO. Yang jelas, sikap merengek-merengeknya tentu tidak bisa ditolelir. Karena sudah sejak awal Presiden Jokowi mengatakan kalau lockdown adalah kebijakan pemerintah pusat.

Kebijakan Lockdown Selalu Didukung Semesta


Semesta seakan mendukung apa yang diminta oleh kepala daerah pintar tersebut, berita dan kabar yang beredar semakin kencang akan teriakan usulan kebijakan lockdown. Data-data brengsek yang entah seberapa besar prosentase kebenaran yang mengatakan semakin hari semakin banyak warga daerah tersebut yang dideteksi positif mengidap coronavirus, semakin berpihak padanya. Terlebih dengan tidak patuhnya sebagian besar masyarakat Indonesia dengan kebijakan wfh dan kawan-kawannya. Sehingga kebijakan tersebut dianggap sebagai kebijakan yang gagal. Yang kemudian kembali mencuatnya usulan lockdown yang semakin kencang mencuat. Lagi-lagi dengan jurus rengekannya, kepala daerah tersebut kembali merengek-rengek pemberlakuan lockdown untuk disetujui oleh pemerintah pusat.

Dengan cerdiknya Presiden Jokowi dan segala jajarannya alih-alih mengeluarkan kebijakan lockdown, malah lebih memilih PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Di Indonesia tidak ada lockdown, adanya adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagai upaya pencegahan coronavirus semakin meningkat. Sampai sekarang kebijakan ini masih diterapkan, entah nanti jika ada rengekan lagi, langkah apa yang akan dipilih oleh presiden Jokowi. Sampai sejauh ini, presiden Jokowi selalu punya cara menghadapi WHO yang dengan seenak jidat dan seentengnya mengatakan berulang kali kalau pemerintah Indonesia tidak sanggup mengahdapi wabah pandemi coronavirus. Tentu sebagai warga negara Indonesia yang mencintai negaranya, sudah seharusnya kita semua mendukung dan menaati apa yang disarankan dan diarahkan oleh pemerintah Indonesia bukan?

Baca Juga: 7 Langkah Mudah Menghalau Virus Corona di Rumah

Jokowi vs WHO: Menang Siapa? 


Sampai sejauh ini saya rasa Jokowi selalu bisa memukul balik serangan WHO yang berulang kali merendahkan harkat martabat bangsa Indonesia. Ini menarik, apalagi dibumbui dengan coronavirus adalah konspirasi yang jelas tidak akan terungkap kebenarannya walaupun itu benar. Presiden Jokowi selalu berusahan melakukan dan memilih kebijakan terbaik demi melindungi masyarakat Indonesia dari hal-hal yang akan menimbulkan kerugian dan kekacauan.

Sampai sini paham?

Jadi, kapan nih demo besar-besaran untuk merubah peraturan yang mengatakan bahwa seseorang hanya dapat boleh menjadi presiden di Indonesia selama maksimal 10 tahun?

Baca Juga:

Show comments
Hide comments
Tidak ada komentar:
Write comment

Back to Top