Jumat, 21 Agustus 2020

Biaya Calon Kepala Desa di Kabupaten Pekalongan





Ada satu pertanyaan menarik yang masuk ke pencarian blog ini, yaitu "Berapa Biaya Calon Kepala Desa di Kabupaten Pekalongan". Nggak tau kenapa, bisa nyasar ke sini. Padahal aku belum pernah nulis artikel yang berbau demikian. Oleh karena hal tersebut, aku berinisiatif membuat artikel tersebut. Karena kebetulan aku pernah punya pengalaman menjadi Calon Kepala Desa di tempat tinggal ku sekarang. Jadi, kalau ada pertanyaan Berapa Biaya untuk Menjadi Calon Kepala Desa? Ini jawabannya.


 Daftar Isi

Jadi, sebelum pindah ke Pekalongan, dulu aku sempet tinggal di Pekalongan selama 2 tahun sama di Semarang selama kurang lebih 20 tahunan. Setelah hidup selama 22 tahun, akhirnya aku memutuskan untuk menetap di Pekalongan. Cerita lengkapnya udah ku tulis di blog ini dengan judul KKN Sepanjang Masa. 

Baca Juga: KKN Sepanjang Masa

1. Bekal Menjadi Calon Kepala Desa

Jadi, semenjak saat itu, praktis aku melakukan segalanya di Pekalongan. Banyak hal yang "sudah" ku hasilkan diantaranya:

  1. Menjadi Duta Wisata Kabupaten Pekalongan 2017
  2. Menjadi Mas Multimedia Duta Wisata Kabupaten Pekalongan 2017
  3. Menjadi Pemuda Pelopor Bidang Pendidikan Kabupaten Pekalongan 2017
  4. Juara Cerita Impact Perpustakaan Desa Kategori Video Tingkat Nasional Tahun 2017 dimana aku memiliki andil sebagai Kameramen dan juga Editor.
  5. Juara 1 Lomba Perpustakaan Desa Tingkat Kabupaten Pekalongan Tahun 2018 dimana aku memiliki andil sebagai pengurus perpustakaan desa.
  6. Juara Harapan 2 Lomba Perpustakaan Desa Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018 dimana aku memiliki andil sebagai pengurus perpustakaan desa.
  7. Juara Cerita Impact Perpustakaan Desa Kategori Video Tingkat Nasional Tahun 2018 dimana aku memiliki andil sebagai Kameramen dan juga Editor.
  8. Perpustakaan Desa Terbaik Tingkat Nasional Tahun 2018 dimana aku memiliki andil sebagai pengurus perpustakaan desa.
  9. Menjadi pengurus serta penginisiasi berdirinya PERPUSDES Cerah sejak 2016 sampai sekarang.
  10. Menjadi pengurus serta penginisiasi berdirinya BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Pringgodani dari 2016 sampai sekarang.
  11. Jadi pengelola Website Desa dan TV Desa.
Sebenernya masih ada beberapa lagi, tapi aku nggak mau terlalu banyak memberitahukan hal-hal yang nggak terlalu penting di sini. Juga aku nggak mau dikira sombong. Tujuan ku tulis daftar di atas cuman mau ngasih tau kalau that's so many things i've done walaupun aku baru hidup di Pekalongan belum sampai 5 tahun. Mungkin bagi sebagian atau bahkan banyak orang, hal di atas nggak ada gunanya, nggak ada pentingnya dan nggak ada manfaatnya sama sekali. Tapi nyatanya, keterkaitan kesemua hal di atas lah yang nyatanya bisa menggiringku untuk mengikuti proses pendaftaran Kepala Desa periode tahun 2019-2024 di tempat aku tinggal sekarang.

Sebenernya, entah hal tersebut di atas berkaitan atau tidak dengan langkah kaki yang menggiringku untuk mengambil formulir pendaftaran Calon Kepala Desa, tapi nyatanya, hal tersebut di atas memang ku alami sebelum bisa menjadi Calon Kepala Desa di salah satu desa di Kabupaten Pekalongan. Sebenarnya, prosesnya kalau mau di runut akan sangat panjang sekali. Berhubung kali ini aku akan membahas secara spesifik yang berkaitan dengan judul artikel ini "Biaya Calon Kepala Desa di Kabupaten Pekalongan", jadi aku nggak akan terlalu detail membahas proses pencalonannya. Kalau aku inget, sempat dan mau, mungkin akan ku pada artikel lain. Jadi, anggep aja, bekal ku untuk menjadi calon kepala desa ya cuman itu. Yang ku tau dan ku sadari, itu nggak ada apa-apanya dan nggak dianggap perlu juga oleh masyarakat, nggak ada gunanya wkwkwkwk. Pun juga nggak pengen dianggap juga sih. Biasa aja pengennya wkwkwk. Oke, skip!


2. Biaya Calon Kepala Desa

Jadi singkat cerita, aku termasuk menjadi 2 Calon Kepala Desa yang lolos dari 3 Bakal Calon Kepala Desa yang mendaftarkan dirinya. Naaah, selama proses itu sampai aku berhasil menjadi Calon Kepala Desa, rasa-rasanya biaya yang dikeluarkan nggak semembengkak seperti yang ada di benak masyarakat selama ini. Paling, biaya yang diperlukan hanya untuk mengurus seleksi pemberkasan yang meliputi Surat Keterangan Catatan Kepolisian, Legalisir Ijazah dari SD sampai Jenjang Pendidikan Terakhir, Terus surat apa gitu yang ngurusnya di pengadilan aku lupa. Pada dasarnya, pengurusan surat-surat yang berkaitan dengan proses pendaftaran Calon Kepala Desa kalau di tulisannya ada beberapa yang gratis, ada juga yang memang udah ada perarturan pembayaran administrasinya. Tapi kalau mau di total, seinget ku, nggak sampai menyentuh angka 1 juta rupiah. Apalagi kalau jenjang pendidikan yang kamu lalui ada disekitaran tempat mu tinggal, tentu biayanya akan jauh lebih murah.

Kalau pertanyaannya berapa Biaya Calon Kepala Desa di Kabupaten Pekalongan, kayaknya sampai paragraf di atas sudah terjawab ya berapa biayanya. 

Namun, aku mau menitipkan pesan kepada khalayak. Terutama masyarakat desa, terlebih lagi masyarakat desa di Kabupaten Pekalongan. Ini pesan yang mau ku titipkan, adalah sudut pandang sebagai masyarakat yang memiliki hak suara. Kurang lebih pesannya sebagai berikut: (Baca Subjudul 3)

3. Kriteria Calon Kepala Desa

Jadi, sebagai masyarakat yang miliki hak pilih, sudah seharusnya masyarakat mencari tau terlebih dahulu tentang track record calon kepala desa yang akan dipilih. Bagaimana sepak terjangnya, apa visi misinya ke depan. Program apa yang akan dilakukan selama menjabat sebagai kepala desa. Bagaimana selama ini kesehariannya di masyarakat. Serta pertimbangan-pertimbangan positif lainnya yang sekiranya akan membuat pilihan mu menjadi bulat untuk memilih salah satu calon kepala desa.

Jangan cuman milih si A karena ngasih 100 ribu. Jangan juga nggak milih si B karena kamu nggak dapet duit dari si A. Pemilihan kepala desa tuh nggak cuman perkara duit. Berapa duit yang kamu peroleh, hal apa yang kamu dijanjikan karenanya, nggak cuman masalah gitu-gitu doang. Tapi lebih kompleks lagi. Apalagi di era sekarang, image desa yang gitu-gitu aja sejak zaman dulu, jangan dipertahanin. Runtuhkan yang jeleknya, tingkatkan yang baiknya. Jangan mau masyarakat desa dianggap udik, kampungan, tidak berpendidikan atau hal negatif lainnya.

Terus apa hubungannya sama kepala desa?

Bayangin kalau ternyata desa mu dipimpin oleh orang yang bagi-bagi duit waktu pencalonannya. Terus nanti waktu udah jadi kepala desa, dia malah menjadikan jabatannya sebagai lahan untuk mencari uang. Terlebih lagi malah menggunakan kewenangannya untuk mengembalikan modal kampanyenya. Kalau itu yang terjadi, apa dampaknya? Nggak akan ada pembangunan di desa. Nggak akan ada perkembangan di desa. Parahnya, masyarakat desa akan terus dipandang sebelah mata karena kekurangan-kekurangan yang dimiliki. Arus urbanisasi yang sejak kita pelajari di SD mungkin adalah hal yang harus dihindari, malah semakin menjadi-jadi kalau desa dipimpin oleh orang yang serampangan asal-asalan doang. Stigma yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin akan semakin mendarah daging.

4. Kesimpulan

Beda cerita kalau desa dipimpin oleh orang yang secara track record dan hal baik lainnya. Tentu, desa akan semakin baik. Memang butuh proses dan waktu yang lama untuk menjadi yang lebih baik lagi.Tetapi kalau masih terus memelihara budaya "wani piro", bukankah akan semakin lama lagi waktu yang dibutuhkan?

Berkaca dari aku yang pernah menjadi calon kepala desa, daftar hal-hal yang sudah ku lakukan yang sudah ku sebutkan di atas, nyatanya belum ada apa-apanya. Kalau ditarik dalam analogi yang paling mendasar, "Yang punya 7 aja nggak masuk, apalagi kalau cuman punya 1". Jadi, udah jelas kan kalau mau memilih, entah calon kepala desa, pemimpin daerah, presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya harus bagaimana dan seperti apa. Harus mengerti visi misi dan pergerakan yang akan dilakukan kedepannya.

Nggak... nggak... ini aku bukan kampanye. Bukan juga mengungkapkan kekecewaan hanya karena menjadi Calon Kepala Desa saja. Pun sampai tulisan ini dibuat, aku nggak ada keinginan untuk menjadi kepala desa. Karena yang ku lihat dari sosok Bapak saya, Berat sekali bebannya. Berat sekali pengabdiannya. Berat sekali dedikasinya. Berat sekali pengorbanannya. 

Ah... kalau ngomongin gini tuh nggak ada habisnya. Otak ku nyabang kemana-mana, nyabang ke hal-hal lainnya yang nyatanya nggak berhubungan dengan judul tulisannya. Okelah, kalau begitu daripada tulisan ini semakin nggak jelas ke arah mana-mana, mendingan kita sudah saja tulisan ini. Toh jawaban dari judul ini juga sudah terjawab.

Lihat postingan ini di Instagram

Hasil Pilkades Serentak di Desa Wonopringgo (Lengkap) Pukul 14.00 setelah penutupan tempat pemungutan suara, P2KD langsung melakukan penghitungan suara. Hingga didapat hasil sebagai berikut: Dapil 1: 1 (Slamet Haryanto) - 272 Suara 2 (Bayu Taufani Haryanto) - 142 Suara Dapil 2: 1 (Slamet Haryanto) - 126 Suara 2 (Bayu Taufani Haryanto) - 54 Suara Dapil 3: 1 (Slamet Haryanto) - 227 Suara 2 (Bayu Taufani Haryanto) - 82 Suara Dapil 4: 1 (Slamet Haryanto) - 263 Suara 2 (Bayu Taufani Haryanto) - 82 Suara Dapil 5: 1 (Slamet Haryanto) - 308 Suara 2 (Bayu Taufani Haryanto) - 68 Suara Jumlah Total: 1 (Slamet Haryanto) - 1196 Suara 2 (Bayu Taufani Haryanto) - 428 Suara Tidak Sah: 55 Suara Total Pemilih: 1679 Orang Dengan demikian, didapat dari hasil pilkades serentak Desa Wonopringgo bahwa Slamet Haryanto selaku petahana yang merupakan calon nomor urut 1 berhasil mendapatkan suara terbanyak dengan memperoleh 1196 suara. #desawonopringgo #KemalaJateng #desapintar #desamembangun #pringgodani #perpusdescerah #love #tweegram @asipkholbihi_ @kominfo.jateng @dispermadesdukcapil_jtg @kab_pekalongan @mahasiswakalongan @beritapekalongan1 @cintapekalongan @infopekalongane @rks_kajen

Sebuah kiriman dibagikan oleh #NewNormal Desa Wonopringgo (@desawonopringgo) pada



Show comments
Hide comments
Tidak ada komentar:
Write comment

Back to Top