Kamis, 24 Januari 2019

Risa Saraswati - Samantha (Review Buku)






Ini bukan Review Novel "Samantha" karya Risa Saraswati. Jadi, ini adalah PAPABUKABUKU. Samantha adalah hantu kesekian yang diceritakan Risa Saraswati melalui buku-bukunya. Ini adalah buku Risa kesekian pula yang pernah ku baca. Banyak yang bilang kalau serial hantu di buku-bukunya Risa itu norak dan bukan sesuatu yang layak buat dibaca. Emang sih, kuakui tulisan Risa nggak sebagus Gol A Gong atau Andrea Hirata. Kalau ngomongin kualitas jelas jauh banget perbedaannya, tulisan Risa perihal hantu-hantunya jelas kalah telak. Tapi nggak tau kenapa aku selalu suka tulisan-tulisan Risa. Jangan salah, walaupun menurut kebanyakan orang tulisan Risa berkesan norak, nggak layak dibaca dan terlalu khayal, nyatanya ada beberapa hal yang bisa ku ambil ketika ku membaca buku buatannya. Tak terkecuali, serial Samantha ini. Inilah beberapa hal yang layak buat dikutip atau bahkan bisa juga diteladani...



"Suami-istri ini lebih dikuasai oleh hasrat agar kekayaan mereka semakin menumpuk. Kelihatannya, anak bagi mereka hanyalah bonus yang tak diharapkan, juga formalitas agar mereka terlihat utuh sebagai sebuah keluarga" - Samantha Halaman 8

Waktu baca kalimat di atas, aku langsung mikir "Untung ya, keluarga ku nggak gitu-gitu amat". Sebenernya aku mau nitip pesen buat siapapun yang baca tulisan ini yang kelak atau bahkan sudah menjadi orang tua untuk lebih memperhatikan anak sih. Kaya boleh lah ya, siapa sih yang nggak pengen kaya? Tapi kalau harus sampai numpuk kekayaan kok menurut ku big no ya. Nggak dibawa mati ini kan kekayaannya? Etapi bentar... standar kaya tiap orang beda-beda. Cuman kalau orang tua Samantha yang ditulis sama Risa itu kayaknya mutlak sih. Mereka udah kaya tapi masih punya hasrat agar kekayaan mereka semakin menumpuk. Imbasnya, sepasang suami istri tersebut menelantarkan anak mereka. Naaah... klimaksnya di sini, wahai calon orang tua... anak belum tentu suka kalau orang tuanya kaya. Tapi anak sudah tentu sedih kalau orang tua menelantarkannya. Tapi satu yang perlu diinget, batasan kaya, menelantarkan dan suka tiap orang dan tiap keluarga pasti berbeda. Jadi nggak bisa dipukul rata sih ya. Tapi yang jelas, kalimat yang ku kutip tersebut di atas punya makna yang dalem banget. Tapi nggak tau kenapa kok aku susah buat mendekripsikan menurut versi ku. Nggak tau kenapa kok rasanya susah banget. Soalnya aku nggak terlalu mengalami hal tersebut dalam kehidupan ku. Jawabannya kembali ke bagian akhir kalimat pertama paragraf ini. Mungkin, buat kamu yang merasa seperti Samantha, boleh lah deskripsikan jauh lebih dalam lagi tentang makna kalimat kutipan di atas kedalam versi mu sebagai seorang anak yang pernah mengalami langsung hal tersebut di atas.

Ini daripada makin panjang dan makin tidak jelas, mending kita beralih ke hal menarik lainnya yang bisa kutemukan dalam buku ini....



"Tak perlu meminta maaf, katanya, karena kita keluarga, selalu saling memaafkan walau kata itu tak terucap" - Samantha Halaman 35

Udah jelas kan ya? Kayaknya ini nggak perlu dipanjangin deh. Eh enggak, panjangin dikit deh... sebenernya ini tuh bisa buat menjawab kutipan pertama tadi sih kalau menurut ku. Tergantung dari sisi mana kita berdiri kan ya... Jadi sisi pendukung atau lawan. Tapi, yang jelas bagus tuh kalau kutipan tersebut ditanamkan pada anak kecil sejak dini. Udah ah aku speechless baca kalimat di atas. Next!



"Jika kau mengalami hal buruk dalam hidupmu, ingatlah kondisiku. Setidaknya, kuharap hal itu bisa membuat mu merasa lebih baik. Jika kedua orang tua mu masih ada di dekatmu, perlakukan mereka dengan baik, jangan seperti aku yang susah kepala dan susah diatur. Suatu saat kau akan mengerti, betapa sulitnya hidup sendirian tanpa mereka" - Samantha Halaman 188

Kalau habis ini kamu punya pertanyaan "Emang hal buruk apa yang Samantha alami? Kok sampai dia bisa bilang segitunya? Dia nggak ngerti apa kalau yang ku alami jauh lebih buruk darinya!". Aku nggak mau spoiler, mending kamu baca aja bukunya. Kalau aku sih bacanya dari Perpustakaan Desa (Perpusdes) "Cerah" Desa Wonopringgo. Termasuk buku Samantha ini pun juga ada di sana. Jadi, kalau mau baca Samantha dan mau tau segimana keras hidup yang dialami Samantha, langsung aja dateng ke Perpusdes Cerah terus bilang sama mbak-mbak cantik atau mas-mas ganteng yang ada di sana kalau mau pinjem buku Samantha. Oke, lanjut! Sebenerya, klimaks dari apa yang ada di buku ini adalah bagian kutipan terakhir di atas. Intinya ceritanya pun berputar di sekitaran kutipan di atas dan kalimatnya pun udah jelas. Sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi sih kalau menurut ku. Yang baca juga udah otomatis bisa paham sama apa yang ingin disampaikan.

Itulah beberapa hal yang bisa kuambil dan kupetik untuk jadi sebuah pelajaran yang bisa diteladani.

Jadi, kapan terkahir kali kamu baca buku?

Kalau aku sih, terakhir baca buku ini

Show comments
Hide comments
Tidak ada komentar:
Write comment

Back to Top